Tuesday, August 28, 2007

Konsultasi Psikologi: Tidak "Dipilih" karena Gemuk dan Tidak Cantik

Oleh Leila Ch. Budiman

"BERAT jodoh" senantiasa jadi momok, terutama buat para gadis.
Kenapa sih saya "enggak kepilih"?

Tidak cantik
"... umur saya sudah lewat kepala tiga dan masih single. Sepanjang hidup saya belum pernah pacaran, tak ada cowok tertarik kepada saya, sebab saya tidak cantik.
Teman wanita saya di kantor, mungkin kasihan pada saya. Beberapa kali ia memperkenalkan saya kepada teman-teman cowok yang masih bujangan hinga kami dapat saling telepon dan jadi akrab.
Kami suka cerita tentang macam-macam. Akhirnya berjanji mau ketemu. Saya sudah deg-degan, bagaimana menghadapi pertemuan ini.
Bagaimana bila mengecewakan dia ...
Dan betul Bu, setelah bertemu, selalu cowok jadi menghindari saya.
Dia tidak pernah menelepon lagi.

Bu, normal’ kan kalau saya ingin punya kekasih. Biar jelek juga saya ingin punya kekasih cakep, ingin yang baik, ingin seseorang yang bisa menyayangi saya, apakah saya tidak boleh berharap lagi, apakah cinta tertutup buat orang yang tidak cantik seperti saya?"
(Gadis Ay di Bg)


Kegemukan?
"... bila teman-teman sekuliah sudah berkali-kali mengganti foto pria di dompetnya, dompet saya selalu sepi, hanya terpampang foto saya. Banyak gadis bingung memilih pria A, B atau C, saya terlalu bingung kenapa tidak ada yang memilihku. Saya tidak tahu kenapa, apakah saya terlalu gemuk buat dilirik, atau terlalu jelek.

Memang badan saya besar, 164 dengan bobot 65 kg, rasanya enggak ada cowok yang memimpikan memeluk saya. Tetapi bila gemuk yang jadi alasan, kenapa tetangga dan teman kos saya yang lebih gemuk dari saya sudah punya gandengan?
Bila jelek, juga enggak keterlaluan. Saya sengaja selipkan foto saya, kan enggak jelek-jelek amat ya Bu? (Setuju, LCB).

Bu, jangan bilang saya enggak bisa bergaul, saya cukup populer, suka bercanda dan easy going, mudah tersenyum. Dalam soal ini saya cukup perfect, tetapi kenapa Bu, sampai detik ini, lewat seperempat abad, saya enggak pernah ngalami apa itu pacaran?
Dulu saya tidak pusingkan soal ini, tapi sebentar lagi saya diwisuda, kepada siapa harus saya persembahkan ijazah ini?
Masa cuma digandeng ortu? Satu-satu teman sudah meninggalkan saya menikah, juga adik-adik saya sudah punya gandengan. Teman pria saya sibuk gerak cepat menyatakan cinta ke sana-ke mari, saya sebagai wanita cuma menunggu ... menunggu saja, salting, sedih dan benci jika teman-teman mulai cerita pacarnya.
Saya juga tidak mau menawarkan diri di rubrik jodoh, saya merasa terhina, sedemikian tidak lakunyakah saya? Mungkin ibu menyarankan saya banyak berdoa, I have.
Saya rajin ke gereja. Saya sering berdoa agar diberi Tuhan jodoh yang terbaik buat saya ...

Pernah saya merasa didekati beberapa pria, saya merasa mereka naksir. Ternyata saya GR (gede rasa), mereka tidak pernah menawarkan cinta. Padahal saya sudah kadung terimpi-impi ... sampai saya kapok. Pernah ada cowok yang bilang mau pacaran, tapi saya pikir dia pasti main-main. Pernah kelihatannya ada yang mau bilang apa-apa pada saya, tetapi cepat-cepat saya cut sebab dia berbeda iman. Ah, saya tahu sekarang, mungkin betul saya terlalu gemuk, orang lebih suka small is beautiful. Bu, kenapa sih orang dipilih? Apa betul harus langsing, cantik, ayu ...?"
(Gadis di Jogya)


Jawab:
Halo "Gadis" dan Ay cs,
Jadi apa dong yang membuat orang menaksir dan saling mencinta?
Soal ini pun sudah beberapa kali saya tanyakan dalam bentuk kuesioner kepada para mahasiswa saya di kelas, dalam memperkenalkan perbedaan individu.
Ternyata banyak sekali variasinya. Ada yang sangat mengutamakan kejujuran, lainnya mementingkan kesetiaan. Namun yang berulang kali tampak, segi psikologis. Seperti memberikan perhatian, setia, kejujuran, seiman dst, lebih dipentingkan daripada penampilan fisik dan kekayaan.

Sebenarnya misteri pemilihan pasangan ini sudah banyak menarik orang untuk diteliti. Rogers (1972) menyebutkan ada tiga bidang yang membuat orang tertarik: kepribadian (al tingkah lakunya menyenangkan), fisik (cantik, senyumnya hangat, suaranya empuk dll), dan sosial (status sosial yang tinggi, kekayaan dll).

Sedang Simon dan Schuster (1982) mendapatkan, daya tarik kepribadian seseorang lebih banyak menarik hati orang dari penampilan fisiknya. Segi sensitivitas, kemampuan seseorang dalam berempati, kemampuan melihat dan merasakan dari segi pandang orang lain, juga integritas pribadi orang, banyak dipilih.
Segi lain yang menarik hati banyak orang adalah sense of humour. Beruntunglah orang yang punya sense of humour tinggi sebab banyak digemari orang.

Setelah tahap saling tertarik ini, mereka berusaha mengenal lebih jauh. Ini adalah tahap nilai (Murstein B, 1980). Apakah betul dia masih jaka? Betulkah dia hampir diwisuda? Betulkah calon mertua baik? Dalam tahap yang lebih mendalam ini keduanya perlu merasa "diuntungkan" dalam hubungan ini.
Jika salah seorang merasa "rugi melulu" alias orang yang naksir padanya terlalu "jomplang" dalam banyak hal, hubungan biasanya putus. Jika mereka merasa "seimbang", hubungan jadi tambah mendalam. Bahaya dari fase ini adalah bila perkenalan terlalu cepat atau salah satu gemar berbohong hingga dari perkenalan itu cuma sebatas kulitnya saja, atau cuma dapat gambaran dusta belaka.
Kalau tahap nilai ini "lulus ujian", masuklah mereka ke tahap yang lebih serius, yaitu melihat bagaimana nilai-nilai ini ada dalam realitas. Bagaimana bila doi sedang marah, bila ia kecewa? Betulkah ia tidak hidung belang?
Stinnet dan Walters mengingatkan kita ada unsur psikologis yang penting yang dapat mempercepat eratnya hubungan antara dua orang calon kekasih itu. Yaitu hadirnya rasa aman, rasa diterima dan tidak merasa terancam.
Tidak mudah untuk mendapatkan rasa ini. Namun ada orang yang beruntung punya sifat-sifat yang dapat menyebarkan rasa aman ini. Yaitu mereka yang mempunyai kemampuan untuk berempati. Bisa ikut merasa atau dapat menempatkan diri dalam dunia orang itu. Biasanya perasaan mereka halus, tentu bukan yang berkulit "badak".
Sifat lain yang mempercepat keeratan adalah kejujuran, tidak hipokrit dan gemar berdusta. Lainnya adalah sikap yang suportif, tidak mudah mengumbar kritik dan "menjatuhkan" orang, tetapi dapat menghargai dan melihat segi segi yang baik dari orang lain.
Nah, bagi yang tidak begitu cantik tampaknya tidak terlalu harus bermuram durja. Kecantikan bukanlah segi utama dalam proses jatuh cinta dan menentukan pasangan hidup. Namun penampilan juga ada perannya dalam tahap awal.
Jadi tak ada salahnya jika sekali-sekali mengunjungi salon kecantikan atau ikut aerobik teratur. Namun berulang kali penelitian menunjukkan kecantikan pribadi lebih penting daripada kecantikan fisik. Dapatkah ini di-upgrade juga? *